Catatan Kecil Tentang Dia
Sebuah
karya tulis yang mengulas dari kumpulan Cerpen yang berjudul:
Judul
Cerpen: Catatan Kecil Tentang Dia (25 Kisah Haru dan Inspiratif dari Para Murid
Tentang Sosok Sang Guru)
Kurator/Editor
Skrip: Ipan Setiawan
Mengulas sedikit kebelakang, awal masuk sekolah ini saya menganggap
serba mudah. Di usia yang masih labil, saya hanya berpikir bagaimana mencari
teman yang seru. Tapi, tak disangka DASH! Gustiii...pelajarannya, kok,
susah sekali masuk ke otak saya? Padahal, Saya sudah berusaha sekuat mungkin.
Jujur saja, memhami teknik telekomunikasi tidaklah mudah, apalagi menyelamatkan
diri pada saat ulangan dengan menghafal.
Semua teman-teman saya melakukan hal yang sama. Menghafal. Yaaa
that's our rule now. Saya selalu benci menghafal. Apalgi, menghafal teknik.
Apalah itu, segala macam kabel, sentral, kanal, bla bla bla bla.... Saya tidak
paham, Saya cuma hafal. Di jurusan yang saya geluti ini, tidak semua materi
adalah hafalan. Banyak hitungannya juga, seperti fisika. Hah, membosankan. Saya
hanya akan serius pada saat menjalani suatu yang bisa menarik perhatian.
PRAKTIK. Itulah saat yang menarik perhatian saya. Sertifikat Praktik inilah
yang digunakan pada dunia kerja. Saya beruntung memiliki tutor yang asik di
kelas praktik.
Wataknya belum ketahuan seperti apa. Jadi harus pandai-pandai
mendapat kesan yang baik pada saat kali pertama bertemu. Saat menginjak akhir
kelas satu, saya mendapat "tamparan". Nilai saya jatuh, jauh sekali
saat di SMP. Dulu, kedudukan tiga besar selalu saya raih. Saya pun melakukan
intropeksi dan (berjani) akan berubah di kelass dua. Apalagi, di kelas dua ini
memang diperuntukkan untuk persiapan total pada saat prakerin (praktik kerja
industri) di kelas tiga. Jika teori dari guru-guru tidak dimanfaatkan di kelas
dua, imbasnya bakal gagal prakerinnya. Saat itu, saya juga masih membenci
teknik.
Saat menginjak kelas dua, saya agak sedikit kaget karena pelajarannya semakin rumit saja. Terllaau banyak rumus, di mana-man rumus. Materinya pun semakin membosankan. Kalau seperti ini, yang ada saya semakin muak.
Suatu
hari, guru baru itu pun datang. Awalnya, saya jengkel dengan guru Fyber Optic ini. Dia selalu datang lebih on time dibandingkan guru-guru yang lain, bahkan
lebih cepat dari siswa yang akan beliau ajar. Bayangkan saja, saat bel berbunyi
dia sudah siap-siap naik tangga membawa buku menuju kelas yang dia ajar.
Padahal, anak-anak yang lain masih asik bermain ke kelas-kelas lain. Hanya ada
beberapa yang ada beberapa yang berada di kelas. Itu pun melakukan hal yang
kesannya "anak SMA banget". Main gitar-lah, baca koran-lah, tiduran
sambil dengerin lagu melaui headset tepat
di bawah AC, ngegosip, dan masih bamyak lagi. Tentu saja, kehadiran guru itu
bikin kaget.
Huda
Rofik Hamzah
Garut,
27 Desember 2020
Tidak ada komentar